Termahal
Tanah Satu Meter Persegi Rp 750 juta, Termurah Rp 20 Juta.
tinggi ramping |
Secara umum, usia kemerdekaan bangsa Vietnam tak jauh
berbeda dengan Indonesia. Vietnam (saat itu Vietnam Utara dengan Ibu Kota Hanoi
dan dipimpin Ho Chi Minh) menyatakan kemerdekaannya dari jajahan Perancis
selama 100 tahun pada tanggal 2 September 1945. Sedangkan Indonesia menyatakan
kemerdekaannya tanggal 17 Agustus 1945. Bedanya, paham komunis yang dianut
pemerintah Vietnam menjadikan negara yang juga pernah dijajah Tiongkok selama
hampir 1.000 tahun itu sangat tertutup.
Hal tersebut membuat Vietnam miskin dan terbelakang.
Kondisi itu diperparah dengan perang saudara dengan Vietnam Selatan yang
beribukota di Saigon. Vietnam Selatan merupakan wilayah otonomi yang dibekingi
Amerika Serikat. Ho Chi Minh yang menginginkan adanya penyatuan Vietnam pun
terus mengibarkan perang melawan Vietnam Selatan yang didukung Amerika Serikat.
Bahkan, hingga Ho Chi Minh meninggal pada 2 September
1969, keinginannya untuk menyatukan Vietnam belum terwujud. Vietnam Utara dan
Vietnam Selatan terus beradu taktik di medan pertempuran. Kegigihan
pasukan Vietnam Utara untuk memperjuangkan keinginan Ho Chi Minh itu akhirnya
berbuah hasil pada 1975. Tanggal 30 April 1975, Amerika Serikat dipaksa
mengakui keunggulan Vietnam Utara. Mereka dipaksa angkat kaki dari Vietnam dan
dipaksa penyatuan Vietnam Utara dan Selatan.
Nah, perang selama 20 tahun yang berakhir tahun 1975
itu membuat Vietnam benar-benar hancur. Meski demikian, Vietnam tetap tak mau
membuka diri. Terutama pada negara-negara maju yang merupakan sekutu Perancis
dan Amerika Serikat. Saat itu, Vietnam hanya mau dekat dengan sesama negara
komunis. Terutama Uni Soviet. Uluran tangan Soviet itu membuat Vietnam
bertahan.
Sejak perang berakhir itu, negara mengambil alih semua
kebijakan. Bahkan, sampai ke urusan perut warga. Paham utama sosialisme yakni
sama rata sama rasa begitu ketat diberlakukan. Warga yang bekerja dan tidak
bekerja saat itu mendapat perlakuan sama.
“Setiap bulan warga mendapat kupon untuk
mengambil jatah makanan. Jatah makan itu begitu minim hingga nyaris tak cukup.
Bisa dibayangkan, sebulan hanya dapat beberapa kilogram beras, sedikit minyak
goreng, sekaleng susu dan setengah kilogram daging. Tapi, warga mau tak mau
harus menerima itu karena itu merupakan kebijakan pemerintah,” ujar Le Trung
melanjutkan ceritanya.
halong bay |
Kebijakan tersebut berlangsung selama 11 tahun.
Kebijakan itu berakhir ketika Kongres Nasional Partai Komunis Vietnam ke 6
tahun 1986 memutuskan kebijakan negara yang baru. Kebijakan itu adalah
pembaharuan cara kerja nasional. Point terpenting dari pembaruan itu adalah
politik membuka diri pada negara-negara maju untuk berinvestasi di Vietnam.
Termasuk pada negara yang pernah menjajah Vietnam seperti Amerika Serikat,
Perancis, Inggris, Jepang dan Belanda.
Salah satu investor yang masuk di awal kebijakan itu
adalah dari seorang pengusaha Indonesia yang menanamkan modalnya di sektor
tambang batu bara. Bersamaan dengan itu, investor dari berbagai negara mulai
masuk. Dan Vietnam pun benar-benar mulai membangun daerahnya. Bahkan, hingga
saat ini, Vietnam masih giat membangun. Di mana-mana terlihat pembangunan
pabrik, gedung-gedung, jembatan dan infrastruktur lainnya.
james bond island |
Masuknya investor itu perlahan membuat Vietnam
berkembang. Tapi, pembangunan dan perkembangan tersebut membawa dampak besar
pada harga jual tanah. Pada periode awal masa “membuka diri”, kenaikan harga
tanah itu tak begitu kentara. Bahkan, hingga beberapa tahun berikutnya, hal
tersebut juga tak terlalu dirasakan.
Tapi itu hanya sementara saja. Sejak sekitar tahun
2005, terjadi lonjakan harga tanah yang luar biasa. Menurut penuturan Le Trung
Cuong, rekor harga tertinggi untuk satu meter persegi tanah saat ini adalah 1
Miliar Vietnam Dong atau setara dengan Rp 750 juta. Tanah dengan harga
fantastis itu ada di jantung Kota Hanoi. Tepatnya di distrik Trang Tien.
“Rekornya masih dipegang itu. 1 Miliar Vietnam Dong
per meter persegi. Semakin ke pinggir kota, harganya semakin murah. Tapi ya
tetap mahal bagi kelas pekerja seperti kami. Misalnya, di pinggir kota, asal
berada di tepi jalan, harga semeter persegi tanah 60 juta hingga 80 juta
Vietnam Dong. Kalau di luar kota, kalau di pinggir jalan ya paling murah antara
25 juta hingga 30 juta Vietnam Dong,” imbuh Le.
Ada yang unik terkait fenomena harga tanah tersebut.
Menurut Le, yang dihargai sangat mahal tersebut hanya tanah yang menjadi
muka/tampak depan saja. Sedangkan tanah di bagian belakang harganya semakin
murah. Itu pula yang menurut Le membuat bangunan-bangunan di Vietnam rata-rata
hanya memiliki lebar 3 meter hingga 5 meter saja. Tapi memanjang ke belakang
hingga puluhan meter. Lalu dibangun bertingkat tinggi.
Selain itu, ada satu lagi
hal yang membuat harga tanah yang merupakan aset pribadi di Vietnam harganya
begitu tinggi. Sama seperti kebanyakan negara
sosialis di berbagai belahan dunia, Vietnam juga menarapkan aturan yang sangat
kaku. Termasuk di bidang pertanahan. Ketatnya regulasi itu merupakan penyebab
lain dari melonjaknya harga tanah di negara berpenduduk sekitar 80 juta jiwa
tersebut. Salah satu aturan mengenai pertanahan yang begitu ketat adalah
perihal peruntukan tanah.
Le Trung Chuo, local guide saya menceritakan, ketatnya aturan mengenai
pemanfaatan lahan itu tertuang dalam undang-undang dasar di negaranya. Dalam
undang-undang itu disebutkan, tanah dan harta benda yang ada di seluruh wilayah
Vietnam adalah milik rakyat. Negara atau pemerintah hanya membantu mengatur
pengelolaannya.
Dia kemudian menceritakan, puluhan tahun lalu atau pasca kemerdekaan Vietnam,
tanah yang merupakan milik bersama sangatlah luas. Hanya sebagian kecil saja
yang yang merupakan milik perorangan. Tanah milik bersama itu keberadaanya
dilindungi pemerintah. Rakyat tidak boleh menjadikan tanah itu sebagai milik
pribadi.
Meski demikian, ada aturan bahwa rakyat boleh memanfaatkan tanah-tanah
tersebut. Caranya adalah dengan mengajukan permohonan ke pemerintah. Karena
saat masih negara baru itu Vietnam masih kesulitan dalam hal penyediaan pangan,
maka saat itu permohonan yang diajukan rakyat adalah pengelolaan tanah untuk
pertanian.
Syaratnya tak sulit. Yakni, rakyat hanya membayar secara simbolik. “Misalnya,
ada yang mau memanfaatkan sebidang tanah. Luasnya terserah rakyat saat itu mau
kuat mengelola berapa puluh hektar. Rakyat tinggal mengajukan permohonan dan
membayar sewa secara simbolik. Misalnya membayar 100.000 Vietnam Dong untuk
pengelolaan tanah sebagai lahan pertanian selama 50 tahun atau 100 tahun. Udah
itu saja,” terang Le.
Setelah dikabulkan, rakyat memiliki kewajiban yang sangat mengikat.
Yakni tidak boleh menggunakan lahan itu untuk kegiatan lain. Jika dalam
permohonan itu akan digunakan untuk pertanian selama 100 tahun, maka selama 100
tahun itu pula tanah tersebut hanya boleh dimanfaatkan sebagai tanah pertanian.
Pemerintah akan menindak dengan sanksi tegas bila tanah tersebut dimanfaatkan
untuk kegiatan selain pertanian.
Pengalihan manfaat tanah yang dimohon rakyat tersebut hanya bisa dilakukan
pemerintah. Misalnya untuk membangun jalan dan gedung pemerintahan. Pembangunan
industri di tanah pertanian adalah sebuah hal yang sangat haram di negara
tersebut. Regulasi tersebut terbukti ampuh untuk menjaga kelestarian sawah
hingga predikat Vietnam sebagai negara pengekspor hasil pertanian, terutama
beras, tetap terjaga.
Sedangkan untuk pembangunan industri hanya boleh dilakukan di tanah-tanah yang
merupakan aset pribadi atau tanah tanah yang bukan merupakan tanah produktif.
Karena jumlahnya terbatas, harga tanah yang merupakan aset pribadi itu saat ini
begitu mahal. Hingga menyentuh harga yang fantastis dengan rekor tertinggi Rp
750 juta per meter persegi.
Meski memiliki kuasa untuk mengubah pemanfaatan tanah pertanian yang dikelola
rakyat, pemerintah Vietnam juga tak semena-semena. Pemerintah juga tetap
memiliki semangat untuk menjaga kesinambungan produksi pertanian sebagai mata
pencaharian pokok sekaligus komoditas ekspor utama. Kalaupun ada tanah
pertanian yang kemudian diubah pemanfaatnya menjadi lokasi pembangunan,
pemerintah pasti sudah melakukan hal yang tidak menganggu jumlah produksi
pertanian di wilayah tersebut.
“Misalnya, sebelum memutuskan mengubah sebagian tanah
pertanian menjadi lokasi pembangunan, pemerintah sudah menurunkan tim ahli
untuk melakukan penelitian. Mislanya, meneliti apakah produktivitas tanah
pertanian di sekitarnya masih bisa ditingkatkan dengan teknologi. Intinya,
pemerintah tidak ingin jumlah panen menurun meski luasan lahan berkurang,”
tambah Le.
Sementara itu, selain pertanian dan pembangunan
beragam industri, Vietnam saat ini juga tengah melakukan upaya lain untuk
mendongkrak pendapatan negara. Misalnya adalah pembangunan sektor wisata untuk
menyedot kedatangan wisatawan. Salah satu destinasi wisata yang saat ini sedang
dibangun dengan skala besar adalah teluk Halong Bay.