Kamis, 22 September 2016

CERITA LAMA 4 : Aku Tiba Di Pulau Nusakambangan

Aku Tiba Di Pulau Nusakambangan


Narsis dulu

Pulau Nusakambangan memiliki panjang 60 kilometer dan luas 4 kilometer.Hampir 90 persen dari pulau itu adalah hutan belantara. Hanya sedikit denyut kehidupan manusia di pulau tersebut.Kehidupan hanya ada di sekitar jalan sempit nan terjal yang membentang dari Dermaga Sodong hingga Pantai Pasir Putih di ujung selatan Nusakambangan.
=========================================================================================

Sesaat setelah kapal ferry Pengayoman II bersandar di Dermaga Sodong -- yang merupakan satu-satunya pintu masuk resmi ke pulau Nusakambangan--, perjalanan darat menuju LP Kelas I Batu yang berada jantung pulau berhutan lebat itu dimulai. Mobil patroli polisi yang penuh sesak dengan petugas baik berseragam ataupun tidak menjadi pemimpin perjalanan ini. Pintu belakang mobil petugas itu sengaja dibuka.Empat polisi berpakaian preman yang berada di dalamnya terlihat terus mengawasi mobil-mobil pengunjung di belakangnya.

Enam mobil pengunjung dan satu mobil polisi itu terus bergerak pelan merayapi jalanan berdebu di bibir pulau yang dikhususkan sebagai tempat tinggal narapidan kelas berat itu. Jalanan itu langsung berbatasan dengan pantai di sisi kanannya. Sedang di sisi kiri, terlihat tebing gunung berhutan lebat. Sesekali, hamparan semak belukar kami temui. Hingga hampir dua kilometer jauhnya, kami tak menemukan tanda kehidupan manusia. Yang ada hanya hutan dan laut .

Kondisi itu baru berganti setelah kami semakin jauh masuk jantung pulau. Laut terlihat semakin jauh. Yang berada di sisi kanan badan jalan adalah hutan bakau dan hutan kelapa. Sedang di sisi kiri tetap menyajikan hamparan hijaunya hutan yang berhiaskan ratusan pohon jarak. Beberapa ratus meter kemudian, kehidupan manusia mulai terasa. Beberapa pria dengan kaos biru tua terlihat beraktivitas di lahan-lahan pertanian yang berada di antara puing bangunan tua tak terawat. "Mereka adalah narapidana yang menjalani tahanan luar. Sebentar lagi mereka akan menikmati kebebasan," ujar Budi Kuswanto.

Semakin ke dalam pulau, kehidupan semakin kentara. Beberapa rumah sederhana mulai terlihat di sekitar jalanan. Jarak antara rumah rumah itu lumayan jauh. Tanah pertanian yang mayoritas ditanami jagung dan ketela pohon menjadi pembatas antara rumah-rumah semi permanen tersebut. Menurut Budi Kuswanto --yang telah beberapa kali bertandang ke Nusakambangan-- rumah itu ditinggali  sipir-sipir lembaga pemasyarakatan dan petugas keamanan lainnya."Ada juga penduduk yang tinggal di sini, tapi jumlahnya sedikit. Sejarah mereka di sini sangat panjang," ujarnya.

Beberapa ratus meter kemudian, sebuah bangunan yang terlihat masih baru terlihat berada di sisi kanan jalan. Dari papan nama di pintu gerbangnya, kami tahu bangunan itu adalah Lembaga Pemasyarakatan terbuka. Meski "berjudul" Lembaga Pemasyarakatan, kesan angker sama sekali tidak terlihat di kompleks itu. Tidak ada kawat berduri yang membatasinya. Penghuni bangunan yang semuanya berseragam biru terlihat bebas beraktivitas. Beberapa dari mereka terlihat tengah mengolah tanah pertanian di sebelah bangunan itu.

Mobil kami terus bergerak. Sebuah tugu --yang lebih mirip dengan papan nama dari cor beton-- terlihat terpampang di depan kami. Dari tulisan yang ada di sana, kami tahu bahwa sebentara lagi kami akan tiba di LP Batu, tempat yang memang kami tuju. Dan benar saja, tak sampai tiga menit setelah melewati tugu itu, kami bertemu dengan bangunan besar.>Ya<, itu adalah LP Batu. Sistem pengaman super ketat jelas terlihat di bangunan itu. Tembok tinggi dengan hiasan gulungan kawat berduri terlihat mengelilingi bangunan di dalamnya.

Achmad Michdan langsung turun dan masuk ke bagian depan LP Batu sesaat setelah mobil yang ia tumpangi berhenti. Kami yang dibelakangnya pun segera mengikutinya. Di dalam ruang depan LP, Achmad Michdan ditemui oleh Bintoro, kepala LP tersebut. Tanpa proses berbelit, satu persatu kami dipanggil masuk untuk menuju ruang tunggu di bagian dalam ramah tahanan itu. Meski telah melewati pemeriksaan di dermaga, kami menjalni pemeriksaan lagi di pintu masuk ruang tunggu LP Batu .

Setelah sukses melewati metal detector, kami dikumpulkan di sebuah ruang berukuran sekitar 6 X 6 meter. Tak ada tempat duduk di ruang itu. Yang ada hanya hamparan karpet warna hijau yang menutupi lantainya. Selang beberapa menit berikutnya, ruangan mendadak berubah menjadi sedikit gaduh. Ternyata tiga terpidana mati yang hendak kami temui datang. Ucapan salam, jabat tangan ,dan pelukan langsung terjadi antara Amrozi, Imam Samudra dan Muhklas dengan para pembezuknya."Alhamdulilah saya sehat-sehat saja," ujar Mukhlas kepada salah satu pengunjung.

Sesaat berikutnya, ketiga terpidana yang tengah menunggu proses eksekusi itu terlihat berbincang serius dengan Achmad Michdan dan beberapa orang pengacara TPM lainnya di sudut ruangan. Sesaat berikutnya,mereka memisahkan diri dan menemui pengunjungnya. Lingkaran-lingkaran kecil pun segera terbentuk di ruang itu. Amrozi,Imam Samudra dan Mukhlas menjadi titik pusat lingkaran kecil itu. Obrolan yang terjadi pun berkutat pada keyakinan mereka akan jihad dan akidah.

Dari ucapan para terpidana,jelas terlihat bahwa mereka adalah orang yang sangat meyakini kebenaran akan apa yang mereka lakukan (bom Bali, red). Mereka sangat yakin bahwa yang mereka lakukan kala itu adalah sebuah bagian jihad melawan kemurtadan dan kekafiran untuk menuju sahid. "Satu-satunya yang saya sesali adalah kenapa korbannya cuma 200 orang, kurang banyak. Harusnya seribu," ujar Amrozi.

Beberapa saat kemudian,Achmad Michdan mengajak ketiga terpidana itu untuk naik ke lantai dua bangunan itu. Ketika itu, Michdan bermaksud memberi kesempatan kepada wartawan dua stasiun televisi serta dua wartawan Jawa Pos Group untuk mewancarai mereka. Namun, hanya Imam Samudra dan Muhklas saja yang bersedia.Amrozi menolak ikut naik ke lantai dua."Aku gak usah lah, aku di sini saja,"ujarnya.

Di lantai dua itu, Imam Samudra dan Mukhlas dipisah di dua ruang berbeda. Setelah berembuk dengan Farouk (rekan reportes se kantor saya dulu), akhirnya saya kebagian menemui Mukhlas terlebih dahulu. Sedang dia akan menemui Imam Samudra."Nanti gantian kalau sudah, biar semua tercover," ujarnya. Mau tahu apa kata Mukhlas tentang eksekusi atas dirinya, grasi , serta perjuangan yang ia yakini ? . Ikuti cerita selanjutnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar