Apa Adanya
Apa
adanya. Dua kata itu lebih dari cukup untuk menggambarkan gaya hidup warga
Paranggupito dalam urusan isi perut. Mereka memilih memanfaatkan apa yang ada
sekitar tempat tinggalnya sebagai bahan makanan. Selain murah, hal tersebut
juga berarti sehat dan khas.
>Jangan
gerus< (sayur gerus), oseng karangan, oseng gurita, oseng usal, thiwul,
gudhangan< dan beberapa jenis olahan hewan laut lainnya adalah menu harian
warga. >Jangan gerus< adalah sayur berkuah santan kental dan berbumbu
aneka rempah. Ada potongan tahu, tempe kedelai atau tempe >mlandhing< di
dalamnya.
Yang
membuat >jangan gerus< berbeda dengan sayur santan lain adalah cara
penggunaan cabai (lombok). Pada masakan ini, cabai tidak diiris. Tapi >digerus<
atau diuleg kasar dan kemudian dicampurkan dalam kuah. Teknik ini membuat
>jangan gerus< memiliki sensasi pedas yang menyengat. Kuah santan
kentalnya kadang dibuat berwarna kuning dengan menggunakan kunyit.
Semakin
dekat pesisir, semakin beragam pula jenis makannya. Semuanya bercita rasa khas
dan bahan bakunya didapat gratis dari alam. Di antaranya, >oseng
karangan< (sejenis rumput laut), oseng gurita dan oseng usal (siput laut).
Pada musim tertentu, memasak kepiting, udang karang atau lobster dan beragam
jenis ikan laut lainnya merupakan hal yang biasa. Biasanya, lauk pauk itu
dihidangkan bersama >nasi thiwul uleng< (thiwul campur nasi beras) dan >gudangan<
(urap).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar