Rabu, 28 September 2016

GUNUNG SEWU PARANGGUPITO dan PRACIMANTORO = JEJAK PERGERAKAN LEMPENG BENUA



Gunung Sewu, Jejak Pergerakan Lempeng Benua

Nama Gunung Sewu atau Pegunungan Seribu sudah dikenal sejak ratusan tahun lalu. Nama itu diberikan untuk menandai hamparan puluhan ribu bukit kapur (karst)  yang membentang dari Pantai Parangtritis di Yogyakarta, Wonogiri di Jawa Tengah hingga Pacitan di Jawa Timur. Panjang rangkaian bukit kapur berbentuk seperti tumpeng (kerucut) tersebut mencapai 85 kilometer, sedangkan lebar dari selatan di bibir pantai ke utara bervariasi antara 10 hingga 15 kilometer.
Hamparan bukit-bukit kapur itu ditaksir mencapai lebih dari 40.000 buah itu semakin mendapat perhatian ketika para ahli geologi menemukan fakta ilmiah bahwa Gunung Sewu lebih unik dan lengkap dibanding kawasan gunung kapur lainnya. Nilai lebih itu adalah eksokarst (fenomena permukaan) dan endokarst (fenomena bawah permukaan). Eksokarst meliputi bentukan bukit kapur, lembah dan telaga. Sedangkan endokarst meliputi gua dan sungai bawah tanahnya.
Fakta itu membuat Bentang Karst Gunung Sewu menjadi perhatian dunia. Peneliti dari UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization/Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa) berulangkali meneliti untuk memastikan apakah Gunung Sewu layak ditetapkan sebagai warisan dunia atau tidak. Hasilnya, pada Simposium Geoparks Network Asia-Pasifik yang ke-4 di San’in Kaigan Geopark, Jepang, 19 September 2015 lalu, UNESCO mengumumkan penobatkan Karst Gunung Sewu sebagai bagian dari Global Geopark Network (GGN) atau Taman Bumi Global.  
Jauh hari sebelumnya, sekitar tahun 2008 lalu, para ahli geologi juga sudah memberikan pengakuan atas keistimewaan kawasan Karst Gunung Sewu. Pengakuan itu diwujudkan dengan pendirian Museum Karst Dunia (MKD) di Desa Gebangharjo, Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri. Pracimantoro adalah satu dari lima kecamatan di Wonogiri yang dilintasi bentang karst Gunung Sewu. Empat kecamatan lainnya adalah Eromoko, Paranggupito, Giritontro dan Giriwoyo. Ada puluhan gua, telaga dan sungai bawah tanah di antara bukit-bukit kapur di lima kecamatan itu, yang ada di Pracimantoro dianggap sebagai yang terbaik dibanding lainnya.
Fenomena karst Pegunungan Sewu tersebut juga merupakan bukti adanya pergerakan atau pergeseran lempeng benua yang terjadi secara perlahan dan terus- menerus. Indukhamparan Gunung Sewu yakni Pulau Jawa berada di bagian tepi Lempeng Eurasia/Euro-Asia (meliputi Benua Eropa dan Asia) dan berhimpitan dengan Lempeng Indo-Australia (Benua Australia). Sejak jutaan tahun lalu, lempeng Indo-Australia bergerak pelan ke arah utara dan menghujam di bawah Lempeng Eurasia.
Imbas dari pergerakan itu, secara perlahan sisi selatan lempeng Eurasia terangkat. Karena berlangsung sangat lama, bagian Lempeng Eurasia pun terangkat sangat tinggi. Hamparan gunung kapur Pegunungan Sewu adalah buktinya. Dulu, gunung-gunung tersebut adalah bagian dasar laut. Hal itu bisa dibuktikan dengan keberadaan fosil aneka jenis biota laut di gunung-gunung kapur di Giriwoyo, Pracimantoro dan sekitarnya. Bahkan sampai saat ini untuk menemukan fosil biota laut di gunung-gunung kapur itu bukan hal yang sulit.
Jejak pengangkatan Lempeng Eurasia karena desakan lempeng Indo-Australia lainnya berupa lembah memanjang dan saling berkaitan di antara gunung kapur di Kecamatan Giritontro, Pracimantoro, hingga Sadeng (Gunungkidul, Yogyakarta). Lembah yang kini berupa lahan pertanian itu semuka adalah aliran Bengawan Solo Purba yang mengalir ke selatan dan bermuara di Samudera Indonesia. Muara sungai itu sekarang dikenal sebagai Pantai Sadeng.
Aliran Bengawan Solo Purba ke selatan itu terhenti setelah daratan di bagian selatan terangkat. Air kemudian mencari jalurnya sendiri ke arah yang lebih rendah, yakni ke arah utara. Setelah menempuh perjalanan panjang, aliran Bengawan Solo yang baru itu kemudian bermuara di Laut Jawa, tepatnya di Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Bengawan Solo Baru ini tercatat sebagai sungai terpanjang di Pulau Jawa.
Tak hanya jejak pergerakkan dua lempeng benua saja yang terekam di kawasan karst Wonogiri. Salah satu gua di Kawasan Museum Karst Dunia Pracimantoro yakni Gua Gilap juga menyimpan kisah tentang kehidupan manusia gua. Belum lama ini, sebuah tim arkeologi menemukan banyak bukti dan penanda bahwa manusia gua pernah hidup lama di dalam gua tersebut.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar