Rabu, 28 September 2016

Si Manis Gula Kelapa Paranggupito



Si Manis Gula Kelapa

Pohon kelapa adalah satu dari sedikit tanaman produktif yang mampu tumbuh bagus di Kecamatan Paranggupito. Dahulu, yang banyak dimanfaatkan dari tanaman ini adalah buahnya. Yang tua (masak) digunakan untuk bumbu dapur (bahan santan). Sedang yang muda (degan) dimanfaatkan untuk bahan minuman atau cukup langsung diminum usai dipetik.
Batang pohon yang tua juga kerap dimanfaatkan warga sebagai bahan bangunan. Selain itu, tulang daunnya (lidi) dimanfaatkan sebagai bahan sapu. Sementara, daun kelapa muda (janur) digunakan untuk membuat ketupat dan bahan dekorasi pesta.
Pemanfaatan kelapa secara konvensional itu mulai berubah sekitar tahun 1980-an lalu. Perubahan itu terjadi tak lama setelah warga Desa Gunturharjo mendapatkan ilmu tentang pembuatan gula kelapa (gula merah/gula Jawa) dari warga Desa Widoro, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.
Penularan keahlian tersebut tak lepas dari kedekatan emosional dan geografis di antara warga di dua desa di tapal batas provinsi Jateng-Jatim itu. Interaksi antara warga Desa Gunturharjo (Jateng) dan warga Desa Widoro (Jatim) terjadi setiap hari karena dua desa itu hanya dibatasi patok beton saja.
Tak butuh waktu lama bagi warga Gunturharjo untuk benar-benar bisa membuat gula kelapa yang sempurna. Karena mudah ditiru serta memiliki pangsa pasar bagus, pembuatan gula kelapa ini kemudian menyebar cepat di hampir seluruh Desa Gunturharjo yang memang banyak ditumbuhi pohon kelapa.
Bahkan, tren itu terus meluas hingga ke desa lain di mana pohon kelapa mampu tumbuh subur. Sampai saat ini, ada empat desa di Kecamatan Paranggupito yang dikenal sebagai penghasil gula kelapa. Yakni Gunturharjo, Gudangharjo, Sambiharjo dan Paranggupito.
Sebagian besar warga yang rata-rata berprofesi sebagai petani atau buruh tani kini menjadikan gula kelapa sebagai sumber pendapatan penting. Produksi gula kelapa di empat desa itu sampai saat ini masih dilakukan secara tradisional dan hanya merupakan industri rumah tangga.
Dalam sehari, setiap perajin rata-rata bisa dua kali membuat gula. Yakni pagi dan sore. Proses ini diawali dengan mengumpulkan bahan baku gula kelapa yakni >nira<. Cairan manis ini didapat dengan >nderes< (menyadap) bunga kelapa yang belum mekar (mayang).
>Nira< akan menetes sedikit demi sedikit dari ujung mayang dipangkas. Tetesan >nira< itu ditampung diwadah yang dipasang di ujung mayang yang dipotong. Wadah yang dipasang pagi akan diambil sore. Sedang wadah yang dipasang sore akan diambil pagi.
Setelah dibebaskan dari kotoran yang menyertainnya, >nira< kemudian direbus beberapa jam hingga mengental. Saat proses pengentalan mulai terjadi, cairan itu harus terus diaduk. Perebusan dianggap cukup ketika nira sudah berubah warna menjadi kuning kecoklatan dan lengket.
Sebelum dingin, rebusan nira yang telah berubah warna menjadi coklat dan lengket itu kemudian dicetak menjadi gula kelapa (juga disebut gula merah dan gula Jawa). Yang jamak, gula kelapa di Paranggupito dicetak seperti mangkuk kecil yang padat.
Gula merah pun kini menjadi salah satu produk unggulan Kecamatan Paranggupito. Demi terjaganya kualitasnya, pembuat gula tak mau curang dengan menggunakan bahan tambahan dalam proses produksi. Gula merah tersebut hanya dibuat dengan menggunakan >nira< saja. 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar