Si Manis Gula Kelapa
Pohon
kelapa adalah satu dari sedikit tanaman produktif
yang mampu tumbuh bagus di Kecamatan Paranggupito. Dahulu, yang banyak
dimanfaatkan dari tanaman ini adalah buahnya. Yang tua (masak) digunakan untuk
bumbu dapur (bahan santan). Sedang yang muda (degan) dimanfaatkan untuk bahan
minuman atau cukup langsung diminum usai dipetik.
Batang pohon yang tua juga kerap
dimanfaatkan warga sebagai bahan bangunan. Selain itu, tulang daunnya (lidi)
dimanfaatkan sebagai bahan sapu. Sementara, daun kelapa muda (janur) digunakan
untuk membuat ketupat dan bahan dekorasi pesta.
Pemanfaatan kelapa secara konvensional
itu mulai berubah sekitar tahun 1980-an lalu. Perubahan itu terjadi tak lama
setelah warga Desa Gunturharjo mendapatkan ilmu tentang pembuatan gula kelapa
(gula merah/gula Jawa) dari warga Desa Widoro, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan,
Jawa Timur.
Penularan keahlian tersebut tak lepas
dari kedekatan emosional dan geografis di antara warga di dua desa di tapal
batas provinsi Jateng-Jatim itu. Interaksi antara warga Desa Gunturharjo
(Jateng) dan warga Desa Widoro (Jatim) terjadi setiap hari karena dua desa itu
hanya dibatasi patok beton saja.
Tak butuh waktu lama bagi warga
Gunturharjo untuk benar-benar bisa membuat gula kelapa yang sempurna. Karena
mudah ditiru serta memiliki pangsa pasar bagus, pembuatan gula kelapa ini
kemudian menyebar cepat di hampir seluruh Desa Gunturharjo yang memang banyak
ditumbuhi pohon kelapa.
Bahkan, tren itu terus meluas hingga ke
desa lain di mana pohon kelapa mampu tumbuh subur. Sampai saat ini, ada empat
desa di Kecamatan Paranggupito yang dikenal sebagai penghasil gula kelapa.
Yakni Gunturharjo, Gudangharjo, Sambiharjo dan Paranggupito.
Sebagian besar warga yang rata-rata
berprofesi sebagai petani atau buruh tani kini menjadikan gula kelapa sebagai
sumber pendapatan penting. Produksi gula kelapa di empat desa itu sampai saat
ini masih dilakukan secara tradisional dan hanya merupakan industri rumah
tangga.
Dalam sehari, setiap perajin rata-rata
bisa dua kali membuat gula. Yakni pagi dan sore. Proses ini diawali dengan mengumpulkan
bahan baku gula kelapa yakni >nira<. Cairan manis ini didapat dengan >nderes<
(menyadap) bunga kelapa yang belum mekar (mayang).
>Nira< akan menetes sedikit demi
sedikit dari ujung mayang dipangkas. Tetesan >nira< itu ditampung diwadah
yang dipasang di ujung mayang yang dipotong. Wadah yang dipasang pagi akan
diambil sore. Sedang wadah yang dipasang sore akan diambil pagi.
Setelah dibebaskan dari kotoran yang
menyertainnya, >nira< kemudian direbus beberapa jam hingga mengental.
Saat proses pengentalan mulai terjadi, cairan itu harus terus diaduk. Perebusan
dianggap cukup ketika nira sudah berubah warna menjadi kuning kecoklatan dan
lengket.
Sebelum dingin, rebusan nira yang
telah berubah warna menjadi coklat dan lengket itu kemudian dicetak menjadi
gula kelapa (juga disebut gula merah dan gula Jawa). Yang jamak, gula kelapa di
Paranggupito dicetak seperti mangkuk kecil yang padat.
Gula merah pun kini menjadi salah satu
produk unggulan Kecamatan Paranggupito. Demi terjaganya kualitasnya, pembuat
gula tak mau curang dengan menggunakan bahan tambahan dalam proses produksi.
Gula merah tersebut hanya dibuat dengan menggunakan >nira< saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar