Pantai Nampu |
Penyempurna Kilauan Zamrud
Khatulistiwa
Wonogiri adalah satu-satunya kabupaten di eks-Karesidenan
Surakarta yang memiliki garis pantai. Panjangnya lebih dari 10 kilometer. Batas
antara laut lepas dan daratan ini membentang di tiga desa di Kecamatan
Paranggupito. Yakni Desa Gunturharjo, Desa Gudangharjo dan Desa Paranggupito.
Di bagian timur, pantai di Paranggupito berbatasan dengan
pantai Banyu Tibo di Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Sedang
Di sebelah barat berbatasan dengan wilayah Kecamatan Girisubo, Kabupaten Gunung
Kidul, Jogjakarta.
Hamparan pantai di Paranggupito semuanya berada di
kawasan kars (pegunungan kapur) Gunung Sewu. Ciri khusus nan unik di semua
pantai di Paranggupito adalah tebing batuan kapur yang terukir alami.
Ukiran itu merupakan buah dari proses karsifikasi atau
pelarutan batuan kapur. Karsifikasi di sepanjang pantai ini terjadi karena empasan
ombak Samudera Indonesia yang terjadi secara terus menerus selama puluhan ribu
tahun.
Tak semua bagian
batu kapur tersebut larut bersama air laut. Hanya bagian lunak saja yang
tergerus ombak. Sedangkan batuan yang tingkat kekerasannya tinggi tetap
bertahan. Imbasnya, tercipta rongga-rongga pada tebing dengan beragam bentuk
dan ukuran.
Bahkan, di beberapa bagian, karsifikasi selama ribuan
tahun itu tak hanya sekedar meninggalkan rongga. Tapi menghasilkan teluk
sehingga terwujud pantai landai dan berpasir putih.
Perpaduan antara tebing karang yang tinggi menjulang,
hamparan pasir putih, dan ombak laut yang tak henti berdebur itu memunculkan
keindahan yang menyegarkan mata.
Selama ini, di antara pantai-pantai itu, baru Pantai
Nampu dan Pantai Sembukan saja yang dikenal luas. Padahal masih ada Pantai
Dhadhapan, Pantai Karang Payung dan pantai-pantai lain yang sama-sama indah.
Tak hanya pantai berpasir putih saja yang menjadi daya
tarik di sepanjang pesisir Paranggupito. Tapi juga ada di beberapa pantai
berdinding karang nan terjal. Tebing-tebing vertikal tersebut tentunya
merupakan daya tarik bagi para pecinta panjat tebing dan pemancing.
Hal menarik lainnya adalah keberadaan jalan setapak naik
turun bukit di sepanjang pantai. Jalan setapak antar pantai itu tentunya layak
untuk dinikmati para penghobi trekking. Penggila olahraga ekstrim seperti motor
trail, jeep offroad dan mountain bike pun bisa menikmati jalan setapak antar
pantai itu. Atau menikmati jalanan berbatu yang saat ini sedang dirintis
pemerintah di sepanjang pantai tersebut.
Karsifikasi tak hanya terjadi di sepanjang pantai saja.
Tapi juga terjadi di bawah perkampungan di Paranggupito yang berdiri di atas
lempeng batuan kapur. Pelarutan batuan kapur oleh air hujan dan air tanah itu menciptakan
goa dan luweng (lubang besar di permukaan tanah yang berhubungan langsung
dengan sungai bawah tanah).
Ada belasan goa dan luweng di Paranggupito. Jaraknya juga
tak terlalu jauh dari garis pantai. Bahkan, diyakini semua luweng itu
berhubungan dengan sungai bawah berdebit super besar yakni Sungai Bawah Tanah
Banyutowo yang bermuara di salah satu pantai terjal di Paranggupito.
Saking besarnya debit air tawar tersebut, muncul
keyakinan air tawar Sungai Bawah Tanah Banyutowo itu jika diangkat akan mampu
menjadi solusi atas bencana kekeringan yang terjadi di Kecamatan Pracimantoro,
Kecamatan Paranggupito dan Kecamatan Giritontro pada setiap musim kemarau.
Keindahan alam berupa pantai, goa dan luweng tersebut
belum merupakan keseluruhan daya tarik di Paranggupito. Tapi, masih ada pesona
lainnya. Yakni kehidupan sosial budaya warga setempat yang sederhana dan
bersahaja. Keindahan-keindahan di Paranggupito itu tentu sangat layak untuk
disebut sebagai >penyempurna kilauan zamrud khatulistiwa<.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar