Gua Gilap, Mata Rantai Migrasi Manusia Gua
Gua ini masih berada di kawasan
Museum Karst Dunia Pracimantoro. Jaraknya sekitar 1,5 kilometer dari gedung
utama museum. Gua Gilap terlihat seperti lubang besar melingkar di permukaan
gunung kapur dengan kedalaman sekitar 50 meter. Di bagian bawah terdapat ceruk
besar yang terlindung dari bagian atas. Bagian atap ceruk dihiasi stalagtit mati. Ceruk itu bisa dicapai
dengan menuruni jalan setapak berbatu dari bagian atas lereng gunung.
Tidak hanya fenomena alam saja yang
ada di dalamnya, karena gua ini menyimpan banyak kisah tentang perjalanan
manusia dari manusia purba hingga manusia modern. Jejak peninggalan zaman
prasejarah di Gua Gilap ini beberapa waktu lalu digali oleh tim ekskavasi dari Balai Pelestari Cagar
Budaya (BPCB) Jawa Tengah dan tim Arkeologi Universitas Gajah Mada.
Dalam proses itu ditemukan sejumlah tengara bahwa
di gua tersebut pernah menjadi pusat kehidupan manusia gua pada zaman
prasejarah. Beberapa tengara atau penanda itu adalah sisa makanan, peralatan
purba dari tulang serta tulang belulang hewan yang tak lazim ada pada masa
modern ini. Tengara itu memunculkan keyakinan bahwa manusia purba pernah
tinggal sangat lama, bahkan mencapai ribuan tahun di Gua Gilap dan gua-gua
lainnya.
Meskipun demikian pendapat bahwa manusia purba
pernah menetap lama di gua-gua di Kawasan Karst Gunung Sewu itu masih perlu
diteliti secara mendalam untuk dibuktikan kebenarannya. Karena pendapat
tersebut berbeda dengan pendapat yang berkembang selama ini yang menyebutkan
bahwa manusia purba hanya menjadikan gua sebagai persinggahan sementara. Namun
yang pasti, manusia purba dalam proses migrasi dari belahan timur ke belahan
barat Pulau Jawa pernah tinggal di Gua Gilap dan beberapa gua lainnya.
Pada zaman manusia modern, Gua Gilap juga menjadi
bagian penting. Konon, sampai akhir abad 19 lalu, bangsawan dari kerajaan di
Jawa Tengah kerap mengunjungi gua ini untuk melakukan tirakat dan ritual
tertentu. Selain itu, sampai tahun 1970-an lalu, Gua Gilap juga menjadi sentra
keramain bagi warga Pracimantoro dan sekitarnya. Gua itu kerap menjadi venue pertunjukkan kesenian. Mulai dari klenengan, srandhul dan kethoprak.
Mitos juga tak lepas dari gua ini. Nnama ‘Gilap’ yang berarti gemerlap atau
berkilau diambil dari perujudan gemerlap payung milik Roro Denok, seorang putri
Majapahit yang melarikan dari kejaran pasukan Pajajaran. Roro Denok yang
ditemani dua pengawalnya diseritakan bersembunyi di gua tersebut hingga
akhirnya muksa (menghilang beserta
raganya). Sedang dua pengawalnya yakni Kiai Sabuk Alu dan Kiai Sabuk Inten
menjadi cikal bakal penghuni Dusun Ngudal dan Dusun Karanglo yang berada tak
jauh dari Gua Gilap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar